Zunairah, Sosok Wanita Pemberani dan Sabar

Oleh Sayida Royatun Niswah, SST, MPH
(Aktivis Muhammadiyah di Lisbon, Portugal)

Assalaamu’alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh

Salam hormat, sehat, dan bahagia

Ibu-ibu ‘Aisyiyah Kota Salatiga yang saya cintai dan hormati, sudahkah Anda mengenal sosok sahabiyah yang satu ini? Beliau memang bukan dari kalangan bangsawan. Bukan pula orang terkenal di lingkaran Rasulullah shollallahu ‘alaihi wassalam. Namun keteguhan imannya sungguh mengagumkan dan tidak perlu diragukan. Beliau rela mengorbankan jiwa dan raga demi tegaknya agama Allah subhanahu wa ta’ala.

Adalah Zunairah, seorang wanita hamba sahaya yang hidup di jaman Rasulullah. Sebagai seorang budak, tentu ia bebas diperjual belikan kapanpun majikannya mau. Ketika memeluk Islam, statusnya tengah menjadi salah satu budak Abu Jahal. Hal ini menjadikannya harus sembunyi-sembunyi jika ingin mengikuti dakwah Nabi dan menjalankan ajaran Islam. Namun sepandai apapun ia bersembunyi, rahasianya terbongkar juga. Seorang anak buah Abu Jahal mengetahui dan melaporkannya.

Ketika Sang Tuan mengetahui keIslamannya, dia disiksa dan dianiaya setiap hari. Tak terhitung berapa jumlah tamparan, pukulan, dan caci maki yang ia terima. Bahkan dengan pongah, Abu Jahal sengaja mengundang para pemuka suku Quraisy untuk menunjukkan kuasanya atas Zunairah. Di depan para pemuka suku Quraisy, Abu Jahal bertanya kepada Zunairah, “Benarkah kamu sudah mengikuti seruan Muhammad yang celaka itu?!” Zunairah menjawab dengan yakin, “Ya, aku benar-benar telah mengikuti seruan Muhammad,” Mendengar itu, Abu Jahal pun murka. Ia menyeru kepada kaum Quraisy, “Wahai kaum Quraisy, apakah kalian mengikuti apa-apa yang diserukan Muhammad?” “Tidak! Sekali-kali kami tidak mengikuti seruan Muhammad yang celaka itu!” Jawab kaum kafir Quraisy. Kemudian Abu Jahal berkata, “Seandainya seruan Muhammad itu benar, tentunya kita akan mengikutinya lebih dulu dibandingkan Zunairah, bukankah begitu??”

Kemudian Zunairah dipukul lagi keras-keras. Ia dipukul setiap hari hingga matanya menjadi buta. Mendapati keadaan tersebut, Abu Jahal mengejek, “Wahai Zunairah, kamu menjadi buta bukan karena siksaan kami, melainkan karena kutukan Latta dan Uzza,” “Kalian pendusta! Latta dan Uzza tidak mampu memberikan mudzarat dan manfaat kepada kami, juga tidak mampu memberi kebutaan ini,” jawab Zunairah tegas. Abu Jahal menjadi geram. Dibujuknya lagi budaknya tersebut, “Wahai Zunairah, kembalilah kepada Latta dan Uzza, karena dia adalah berhala-berhala nenek moyang kamu. Tidakkah kamu takut kepadanya? Bagaimana seandainya dia marah kepadamu? Kamu menjadi buta karena sudah sekian lama tidak melihat dan memujanya. Ingatkah Zunairah, berhentilah mengikuti seruan Muhammad!” Mendengar ucapan Abu Jahal itu, Zunairah menjawab dengan penuh keyakinan, “Berhala-berhala kalian, yakni Latta dan Uzza, lebih buta daripada aku. Apa gunanya kedua berhala itu dan untuk apa kalian menyuruh aku untuk memujanya pula, kalau mereka juga buta? Sesungguhnya yang menyebabkan aku buta tiada lain adalah Tuhanku. Dialah yang telah menciptakan aku dan kalian. Tuhanku lebih kuasa menjadikan aku bisa melihat kembali seperti dulu sebab Dialah yang telah menciptakan aku,”

Pada malam harinya, Allah subhanahu wa ta’ala menyembuhkan kebutaan Zunairah. Keesokan harinya ketika Abu Jahal dan kawan-kawannya datang, mereka terperanjat dan berkata, “Ini pasti sihir Muhammad,” Mereka masih saja mendustakan ajaran Muhammad. Hari-hari terus berlalu dan Zunairah masih terus dianiaya.
Hingga akhirnya ia dibeli oleh Abu Bakar dan dimerdekakan.

Demikianlah, semoga kisah ini dapat menjadi hikmah bagi kita semua. Sungguh, rasanya kita wajib bersyukur, karena selama ini dapat beribadah dan menjalankan syari’at Allah dengan tenang, tanpa rasa was-was sedikitpun. Bayangkan apabila berada di posisi seperti Zunairah, sudah budak, budak Abu Jahal pula, dan disiksa setiap hari. Subhanallah…. Butuh keteguhan dan kesabaran luar biasa untuk menjalaninya.
Wallahu a’lam bi showab

Wassalaamu’alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh

Sumber:
Imam al Qurtubi, Al Jami’ Li Ahkamil Qur’ani, Juz 16, 1405 H/1985 M: 189