Cerdas Bermedsos

Oleh : Sri Walji Hasthanti

Senin 21 September 2020

Beberapa tahun silam, sebelum telepon genggam bisa dinikmati banyak orang, kegiatan menulis telah menjadi salah satu kebiasaan untuk mengungkapkan perasaan, isi hati, rasa senang maupun duka. Ada satu wadah yang senantiasa siap menampung tumpahan perasaan, yaitu buku harian. Di saat hati riang begitu indahnya tulisan, elok pula dilihat dan dibaca berulang-ulang. Apalagi ketika hati penuh dengan cinta, bagai tiada habis kata untuk menggambarkan sosok yang senantiasa menjadi inspirasi. Kata-kata indah penuh kiasan mengalir dengan deras hingga berlembar-lembar.

Begitu juga ketika hati sedang sedih merana. Puisi patah hati begitu mudah tercipta dengan baris-baris yang menggambarkan kegalauan, kehancuran dan kekecewaan. Runtutnya alur gambaran kegundahan begitu jelas, seolah semua detail kenangan tersajikan tanpa ada yang tertinggal. Ya, buku harian menyimpan segala kenangan dan harapan seseorang, namun hanya penulis yang dapat menikmati karena berisi rahasia pribadi.

Canggih dan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi mampu menggeser keberadaan buku harian. Setiap rasa, kejadian, bahkan prasangka pribadi dituangkan dalam tulisan singkat dan diunggah pada media sosial. Berbeda dengan buku harian, tulisan yang diunggah dalam media tersebut mudah dibaca banyak orang dan cepat tersebar. Apa saja dapat diunggah, bukan hanya tulisan, gambar atau foto, bahkan gambar gerak bersuara (video) tentang suatu kejadian dapat pula ditampilkan. Hasilnya, begitu cepat kejadian tersebut diketahui banyak orang, bahkan mereka yang berada jauh dan tidak dikenal juga dapat menyimak berulang-ulang.

Semakin hari semakin mudah orang mengungkapkan apa saja yang mereka alami, dengan atau tanpa kata-kata. Media yang mereka tampilkan mampu menggambarkan maksud dan pesan yang ingin mereka ungkapkan. Namun, sering pesan yang mereka sampaikan akan menjadi beda tafsir dengan maksud sebenarnya. Ada pesan sedih ketika seseorang mengunggah gambar hujan rintik dalam suasana yang sepi. Namun, belum tentu si pengunggah bermaksud berbagi kesedihannya. Bisa jadi, ia hanya ingin mengabarkan bahwa rintik hujan adalah gambaran kesejukan hati yang sedang ia rasakan.

Mengunggah kabar melalui media sosial hendaklah berhati-hati. Ada pesan yang tidak seharusnya diketahui banyak orang, namun ketika melihat gambar/foto yang diunggah justru dapat menggiring opini publik. Banyak kejadian yang diunggah seseorang namun kemudian malah menjadi sumber masalah untuk dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena penafsiran orang yang melihat/membaca berbeda. Ketika seseorang sedang sakit, misalnya. Mengunggah foto-foto makanan yang diterima dari beberapa teman atau kerabat dekat dan menjadikan sebagai status whatsapp, akan menimbulkan penafsiran yang berbeda pula. Bagi pengunggah mungkin hanya bermaksud mengungkapkan rasa terima kasih kepada si pengirim makanan atas perhatiannya. Namun, orang yang berbeda pemahaman akan menganggap unggahan itu hanya untuk pamer, atau lebih ekstrim lagi bahwa si pengunggah sedang dalam kesulitan mendapatkan makanan sehingga sangat senang mendapatkan kiriman makanan dalam jumlah yang banyak.