oleh : Hasthanti, SD Muhammadiyah Plus Salatiga

Senin, 24 Agustus 2020
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integritas adalah mutu, sifat, keadaan yang menunjukkan kesatuan utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Integritas adalah kualitas kejujuran dan prinsip moral di dalam diri seseorang yang dilakukan secara konsisten dalam kehidupannya secara menyeluruh. Integritas menjadi salah satu poin dalam pendidikan karakter yang kembali digencarkan oleh pemerintah. Pendidikan karakter kembali diangkat karena dianggap penting serta dipandang sebagai bagian dari pendidikan di sekolah yang tidak terpisahkan.
Mengapa integritas menjadi salah satu pokok penting dalam pendidikan karakter? Adakah yang salah dengan hasil dari pendidikan di negara kita? Lepas dari berhasil atau belum berhasil, para pendidik dan semua yang terlibat dalam pendidikan pasti telah mengajarkan, mengingatkan dan selalu menekankan pentingnya kejujuran. Memang benar, hasil dari pendidikan tidak akan serta merta terlihat, akan tetapi dalam jangka panjang saat seseorang telah bekerja, berumah tangga, atau setelah sekian lama meninggalkan bangku sekolah/kuliah. Oleh karena itu, pendidikan yang diselenggarakan dari tingkat terendah (PAUD) hingga perguruan tinggi saat ini kembali memadukan pendidikan karakter agar dapat sejalan dengan keunggulan akademik. Sangat jelas bahwa peran lingkungan, keluarga, dan pendidik sangat penting dalam pendidikan karakter kejujuran.
Akhir-akhir ini semakin marak kejadian yang melibatkan orang-orang pandai justru menjadi inti dari kasus yang berlawanan dengan integritas (kejujuran). Beragam perilaku yang kita lihat di sekitar kita, media sosial, hingga tersebar di media cetak membuat perasaan (khususnya para pendidik) tidak nyaman. Sejatinya pendidikan karakter yang paling utama adalah keluarga, karena pendidik pertama dan paling utama adalah orang tua. Merekalah yang pertama mengajarkan ketaatan kepada Allah, tata cara pergaulan, bertanggung jawab, disiplin, menghargai orang lain, berempati, sopan santun, dan sebagainya. Sedangkan sekolah hanyalah lembaga yang membantu para orang tua dalam mendidik anak, mempersiapkan kaum muda menjadi insan yang cerdas berakhlak mulia; berketuhanan, jujur, dan bertanggung jawab.
Menyoal tentang kejujuran, semua orang baik pendidik maupun orang tua pasti tidak ingin dicurangi. Kita pun tidak akan rela apabila peserta didik/anak kita berlaku curang. Tetapi, sudah benarkah kita dalam mendidik anak-anak? Menjadikan mereka pribadi yang jujur dan memahamkan akibat dari ketidakjujuran. Contoh sederhana dapat kita ambil dari perilaku sehari-hari yang melibatkan peran orang tua dalam membimbing anak-anak belajar di masa pandemi ini. Penugasan yang diberikan guru sudah diukur, bertahap, disesuaikan dengan materi, dan tingkat kesulitannya. Pengumpulan dan penilaian oleh guru dilakukan berdasarkan laporan orang tua melalui video, voice note, foto, maupun bukti fisik berupa lembaran tugas atau workbook.
Bagaimana para pendidik mengetahui adanya kecurangan/ketidakjujuran peserta didik ketika orang tua mengirimkan video anak mereka?
Kita ambil contoh ketika harus setoran hafalan, dapat terlihat dari gestur mereka. Akan terlihat jelas perbedaan dari pandangan mata anak yang sudah hafal dan anak yang belum hafal. Peserta didik yang sudah hafal akan terlihat santai dan wajar. Sedangkan mereka yang belum/kurang hafal akan memfokuskan pandangan pada satu titik, tidak rileks, dan sering pelafalannya pun tidak pas. Mengapa? Karena ketika orang tua merekam melalui video, si anak fokus pada bacaan yang sengaja disediakan untuk membantu anak supaya terlihat lancar dan tanpa salah. Kecurangan yang paling mudah terlihat dan seringkali muncul adalah pada bukti fisik, yaitu hasil pekerjaan siswa (prakarya) maupun tulisan. Kerapian, ketepatan, dan keindahan sebuah hasil karya akan terlihat sangat berbeda ketika dikerjakan oleh anak atau orang dewasa, begitu juga dengan tulisan. Pada anak usia sekolah dasar tulisan tangan mereka cenderung tebal, ada tekanan, hurufnya standar, dan sering kali dijumpai salah tulis; kurang huruf atau salah huruf. Dibandingkan dengan tulisan orang dewasa yang terlihat rapi, tebal tipis tulisan konsisten, huruf maupun penulisannya tepat. Sebagai pendidik, kita sering menemukan tugas para siswa yang sengaja ditulis/dikerjakan orang tua mereka meskipun dengan berbagai alasan, hal tersebut sebenarnya tidak bisa dibenarkan karena justru akan berakibat buruk bagi anak maupun orang tua sendiri.
Dari contoh tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa integritas/kejujuran menjadi hal penting dan butuh perhatian serius. Kecurangan yang sengaja dilakukan meskipun sekadar hal kecil akan melekat menjadi kebiasaan. Padahal, kita semua tahu bahwa tidak satupun orang yang mau dicurangi, dibohongi, atau ditipu. Prestasi akademis, nilai bagus tidak akan bermakna jika bukan hasil karya atau jerih payah anak sendiri. Yang perlu kita ingat adalah setiap manusia membawa sifat integritas dalam dirinya, tinggal bagaimana kita sebagai orang dewasa (orang tua dan pendidik) mengarahkan agar anak-anak kita nantinya menjadi manusia berintegritas.
Integrity is doing the right things, even when no one is watching (C.S. Lewis)
Sumber kutipan:
Drost,J.I.G.M,(1998).Sekolah: Mengajar atau Mendidik? Yogyakarta: Kanisius.