Oleh: Ari H Iswanto
Warga Persyarikatan tentunya sudah tidak asing dengan Pak AR, salah satu Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah era tahun 1968 – 1990. Selama 22 tahun beliau memimpin Muhammadiyah pada zaman orde baru dengan penuh kesederhanaan, namun justru terasa pancaran kewibawaannya bisa menembus dan masuk ke semua lapisan masyarakat dan lini pemerintahan. Pak AR sangat dekan dengan ummat ( rakyat ) , biasa blusukan dengan motor bututnya untuk berdakwah tanpa kenal lelah dan penuh keikhlasan. Beliau juga dekat dengan pemerintah saat itu (Presiden Suharto ) seperti halnya gambaran ulama dan umaro, bukan kedekatan karena politik praktis dan kepentingan sesaat.
Sewaktu Pak Harto menerapkan azas tunggal Pancasila sebagai azas seluruh ormas saat itu, banyak muncul gejolak dan kebingungan dikalangan para pemimpin organisasi keislaman. Namun dengan cerdas pak AR membuat analogi sederhana yang bisa dipahami dengan mudah oleh banyak kalangan. Beliau menerangkan bahwa : “ apa yang dikehendaki Pak Harto itu seperti politik helm. Jadi ketika kita dijalan raya , kita diwajibkan pakai helm, ya kita memakai helm. Namun memakai helm tidak mengubah identitas dan siapa kita sesungguhnya” .
Pak AR berdakwah dengan sepenuh hati, berjuang untuk tegaknya nilai nilai Islam yang berkemajuan. Tidak tergambar sedikitpun beban berat seorang pemimpin ummat yang hidup dalam keterbatasan secara ekonomi, tidak silau dengan jabatan dan fasilitas sebagai pimpinan organisasi yang memiliki aset perguruan tinggi dan rumah sakit yang tersebar di seluruh negeri. Sebagai penjual bensin dan bahkan sampai akhir hayatnya tidak memiliki rumah sendiri, beliau adalah sosok pejuang dan pemimpin teladan dalam memberikan spirit perjuangan dakwah yang pantang menyerah dan tidak pernah mengeluh dengan keadaan. Belau selalu ceria dan penuh optimisme dalam setiap langkah dan gerak perjuangannya.
Pak AR Fachrudin pernah mengatakan : “ Kyai Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah bukan untuk sekedar memperbanyak sekolah dan perguruan tinggi, bukan pula sekedar untuk memperbanyak rumah sakit, panti asuhan dan balai pengobatan. Tetapi Kyai mendirikan Muhammadiyah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga sekurang-kurangnya manusia Indonesia dapat mewujudkan masyarakat utama, adil dan makmur menurut garis yang diridloi Alloh SWT.
Keteladanan Pak AR telah mengajarkan dengan gamblang kepada kita semua khususnya para pejuang dakwah dan para pemimpin ummat. Prinsip melayani, mengayomi, ceria, ramah, membumi dengan sepenuh hati dalam berdakwah dan memimpin ummat dapat menjadi spirit bagi kita semua yang untuk tidak pernah putus asa dalam kebersahajaan namun tetap tegar dan kokoh membawa panji panji suci untuk tegaknua nilai nilai Islam di muka bumi. Muhammadiyah tidak pernah membebani siapapun yang berjuang bersama persyarikatan ini , justru Muhammadiyah bisa menjadi jalan lurus dan mudah dilalui untuk bekal setelah kehidupan ini .