Oleh: Sri Walji Hasthanti
Setiap anak memang memiliki karakteristik dan keunikan beragam dalam proses belajarnya. Keunikan setiap anak berbeda-beda yang biasa kita temui, antara lain pada gaya belajar, kecerdasan, talenta, serta kemampuan daya tangkap. Tidak semua anak mudah mencerna materi pelajaran yang disampaikan secara klasikal. Perbedaan kemampuan daya tangkap anak kadang membuat mereka mendapat label cerdas, pintar, bodoh, lamban, dll. Padahal mereka memiliki potensi masing-masing. Selain itu, tidak semua anak mampu menyerap materi dengan pola belajar klasikal. Inilah yang kadang membuat sebagian guru merasa gagal atau kurang maksimal dalam mengajar. Satu atau dua anak saja yang lamban menguasai materi pelajaran ( slow learner ) akan mempengaruhi dinamika kelas, bahkan kadang tidak sesuai dengan harapan atau rencana pembelajaran yang telah disiapkan guru.
Siswa lamban atau slow learner mengalami kesulitan dalam memahami dan menguasai materi pelajaran. Mereka membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan teman-teman sebayanya, butuh pendekatan yang berbeda sampai benar-benar dapat memahami materi pelajaran. Selain itu, anak-anak yang lamban sering kesulitan mengingat informasi maupun menerapkan konsep-konsep abstrak. Motivasi belajar mereka kurang atau sering kali tidak tertarik untuk belajar, baik secara umum maupun pada pelajaran tertentu.
Pada awal tahun ajaran baru, guru mulai mengenal siswanya melalui asesmen diagnostik untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa terhadap materi tertentu atau secara umum pada bidang literasi, numerasi, dan non kognitifnya. Memang tidak mudah dilakukan dalam kelas yang besar, namun guru tetap perlu mengenal kekuatan, kelamahan, minat, dan gaya belajar siswa termasuk mereka yang lamban. Karena kecepatan belajarnya berbeda, dalam menyusun rencana pembelajaran guru tentunya sudah memilih metode dan model yang tepat, atau setidaknya dapat melayani siswa sesuai gaya belajar dan kondisinya. Secara umum, pembelajaran di negara kita masih klasikal. Oleh karena itu, guru dapat menggunakan variasi pembelajaran untuk memenuhi perbedaan gaya belajar dan kondisi siswa, atau lebih dikenal dengan sebutan diferensiasi pembelajaran.
Dalam menerapkan diferensiasi pembelajaran guru sering menggunakan media visual karena menarik dan mudah dilihat. Visualisasi konsep sebenarnya bukan metode belajar untuk anak lamban saja, namun dapat pula digunakan untuk kebanyakan siswa. Umumnya siswa lebih mudah menerima pelajaran ketika mereka dapat melihat dan mengamati media visual seperti gambar, diagram, grafik, slide presentasi, video, realia, atau benda nyata. Dalam penyampaian materi pun guru harus mau mengulang-ulang sembari memberi penekanan, contoh, mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari, serta penguatan. Selain itu, penyampaian materi juga bertahap, langkah demi langkah, dan disertai latihan pada setiap langkahnya sebelum beranjak ke langkah berikutnya.
Mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari ternyata cukup membantu siswa mengaitkan informasi dengan konteks dan mengembangkan pemahaman lebih baik. Kesempatan ini juga dapat digunakan untuk mendorong siswa berani berbicara, berpartisipasi, bertanya, atau menjawab pertanyaan. Dengan pembelajaran interaktif seperti diskusi, permainan, eksperimen, outing class, akan terjadi menambah pemahaman anak-anak lamban. Mereka mendapat kesempatan mengindera secara langsung seperti menyentuh, mengamati, merasakan, sehingga membantu memperkuat pemahamannya.
Biasanya, pemberian tugas untuk siswa lebih banyak dengan latihan soal atau jenis tugas menulis. Untuk beberapa siswa terutama mereka yang slow learner akan semakin enggan mengerjakan tugas tersebut. Di zaman sekarang anak-anak lebih tertarik dengan hal yang berkaitan dengan perkembangan teknologi, media sosial, atau sekadar menonton video di Youtube. Pemberian tugas dapat disesuaikan dengan teknologi yang ada, seperti menyimak bahan ajar/materi yang berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari, kemudian menceritakan atau mempresentasikan di kelas. Selain meningkatkan kreativitas, tugas semacam ini juga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan berani tampil.
Membimbing anak slow learner memang membutuhkan kesabaran. Kita harus dapat menguatkan karakter peduli/empati kepada siswa lain di kelas agar dapat memahami perbedaan. Bisa jadi ketika mengerjakan tugas kelompok atau mendapat bantuan dari teman, mereka menjadi lebih paham dibanding dengan saat guru menjelaskan di kelas. Selain itu, kita juga harus mau mengalokasikan waktu yang cukup agar setiap siswa atau anak slow learner di kelas kita dapat memproses informasi yang diterimanya, serta memberikan respons dengan tepat.
Hallahan, D.P., & Kauffman, J.M., 1988. Exceptional Children. Introduction to Special Education. Fourth Edition.New Jersey : Prentice Hall, Inc
Mahastuti, Dewi. 2011. Mengenal Lebih Dekat Anak Lamban Belajar. Personifikasi, Vol 2. No. 1 Mei 2011.