Oleh: Hammam Sanadi
Warga Muhammadiyah khususnya dan ummat Islam pada umumnya tentu patut bersyukur atas nikmat milad Muhammadiyah yang ke 108. Dalam usia yang lebih dari satu abad ini, Muhammadiyah terus istiqomah melakukan gerakan amal shaleh untuk mengekspresikan keimanan kepada Allah swt dalam rangka memberi manfaat kepada masyarakat luas dan syiar Islam di Indonesia bahkan di dunia. Seolah tak kenal lelah, para aktifisnya seperti dalam ungkapan bahasa Jawa yaitu legan golek momongan (seorang jejaka atau gadis yang mencari kesibukan), mereka senantiasa mencari kesibukan bekerja untuk kemajuan Islam, kemanusiaan, dan perdamaian.
Tidak mudah memang menjaga ‘kesehatan’ gerakan Muhammadiyah agar mampu melintasi seribu zaman. Hal ini memerlukan stamina yang prima dan mental juang yang ikhlas. Tanpa kedua syarat itu hampir mustahil tercapai cita-cita itu. Stamina prima dapat diperoleh melalui pengajian rutin, rapat-rapat dan kegiatan roda organisasi. Mental juang yang ikhlas bersumber dari keimanan kepada Allah swt yang sangat kuat bahwa ada berita gembira bagi orang yang beriman dan beramal shaleh, sungguh bagi mereka disediakan oleh Allah swt surga yang penuh dengan kenikmatan sebagaimana dalam firmanNya (al Qur’an) surat Al- Baqarah ayat dua puluh lima berikut ini, “Dan sampaikanlah beriita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu”. Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” Ayat ini menjadi salah satu motivasi internal yang kuat bagi para warga Muhammadiyah dan ummat Islam secara umum untuk berbuat kebaikan di muka bumi ini.
Pemahaman atas ayat tersebut juga memberi kesadaran berbuat baik bagi setiap orang (diri sendiri), keluarga, dan masyarakat yang menjadi pilar utama gerakan Muhammadiyah karena esensi dakwah dalam Muhammadiyah adalah memperbaiki diri dan masyarakat sebagai prasyarat memperoleh keuntungan hidup di dunia dan akhirat. Hal ini telah tersampaikan dalam al Qur’an surat Ali Imron ayat 104, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. Dengan kata lain, aktifitas dakwah dalam ber-Muhammadiyah itu mengajak berbuat baik (amar ma’ruf) dan mencegah perbuatan buruk (nahi mungkar). Keduanya tidak bisa dipisah-pisahkan. Menurut istilah anak milineal sekarang yang viral (warga +62) adalah amar ma’ruf auto nahi mungkar. Hadirnya kata auto menunjukkan akibat dari perbuatan baik. Artinya setiap orang yang melakukan perbuatan baik, maka implikasinya dia telah mampu mencegah diri dan lingkungannya dari perbuatan yang buruk (munkar). Frase menyeru kepada kebaikan (ta’muruna bil ma’ruf) didahulukan sebelum frase mencegah kemunkaran ( wa tanhuana ‘anil munkar) mengandung maksud berbuat baik itu diutamakan yang sekaligus memberi pengaruh mencegah pelakunya berbuat buruk.
Jadi Muhammadiyah dan oraganisasi lainnya seperti NU yang dengan santun terus menerus mengajak umat Islam berbuat kebaikan sesungguhnya telah melakukan nahi mungkar. Jangan dibalik logikanya bahwa Muhammadiyah dan NU dakwahnya teduh dan menyejukkan karena mereka hanya amar ma’ruf seolah-olah tidak melakukan nahi mungkar. Sementara ada kelompok lain yang mengisi ruang itu dengan mengatasnamakan Islam berdakwah dengan kasar, mereka berdalih karena sedang nahi mungkar. Logika ini tentu menyesatkan kewarasan publik. Baik Muhammadiyah dan NU misalnya, keduanya telah melakukan amar ma’ruf auto nahi mungkar dengan cara yang dianjurkan oleh agama; santun, ramah, dan penuh dengan hikmah serta memperhatikan kontek sosial yang meliputi ruang lingkup dakwah.