Oleh : Yudi Haryono
Pada acara resepsi Milad ke-108 Muhammadiyah yang diselenggarakan Rabu, 18 November 2020 M, bertepatan dengan tanggal 3 Rabi`ulakhir 1442 H. dilaksanakan secara Virtual , Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti membacakan 12 nama pejuang tenaga kesehatan Muhammadiyah yang gugur akibat Covid-19. Mereka mendapat penghargaan khusus yaitu Bakti Negeri dari PP Muhammadiyah.
Para pejuang yang gugur tersebut masuk dalam katagori penghargaan perseorangan tenaga kesehatan dan pegawai rumah sakit Muhammadiyah/Aisyiyah. Selayaknya, marilah kita memberikan dukungan kepada keluarga yang ditinggalkan semoga diberikan kesabaran, ketabahan, keikhlasan dan dapat melanjutkan perjuangan mereka, serta Almarhum/Almarhumah diberikan Husnul Khotimah, mendapat tempat terbaik di sisi Allah Swt sebagai Syuhada’.
Syuhada’ adalah pejuang yang gugur dalam menegakkan agama dan hukum Allah. (Syahid kata tunggal, sedangkan kata jamaknya adalah Syuhada’) merupakan salah satu terminologi dalam Islam yang artinya adalah seorang Muslim yang meninggal ketika berperang atau berjuang di jalan Allah membela kebenaran atau mempertahankan hak dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk menegakkan agama Allah (Jihad fi sabilillah)
Agama Islam bisa berkembang dan berdiri kokoh di muka bumi ini karena diperjuangkan dengan penuh kesungguhan, dengan demikian tentunya untuk membangun dan mengembangkan umat Islam menjadi umat yang berkualitas juga harus melalui perjuangan. Pada awal perkembangan Islam, Rasulullah Muhammad saw beserta para sahabat kaum muslimin telah mencurahkan segenap jiwa raganya untuk kepentingan menegakkan agama Allah. Mereka berperang, mereka mencari nafkah, mereka melaksanakan pernikahan, mereka berketurunan, kesemua langkah mereka tidak terlepas dari tujuan utama untuk menopang dan menguatkan semakin tegaknya agama Allah Swt. Hal ini menyebabkan mengapa agama Islam pada masa-masa awal diperjuangkan sangatlah cepat perkembangannya, meskipun mendapat tantangan yang jauh lebih berat dibanding dengan dakwah Islam zaman sekarang.
Bertolak dari sejarah perjuangan para pendahulu kita itu, marilah kita mencermati diri kita sendiri, bahwa sebagai umat muslim yang mengaku hamba Allah, kiranya sudah sejauh mana kita berbuat untuk agama Allah, sebagai upaya pembuktian dihadapan Allah Swt bahwa diri kita adalah benar-benar seorang muslim yang mempunyai tanggung jawab terhadap agamanya, sebagaimana Allah Swt berfirman yang artinya ;
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 15)
Ayat tersebut memberikan pengertian bahwa tidak cukup jika hati kita beriman kepada Allah, sementara dalam setiap amalan, setiap tindakan yang kita lakukan tidak mencerminkan keimanan yang kita miliki.
Perlu kita pahami bersama, bahwa manakala ditunjukkan dalam Al-Qur`an keterangan-keterangan perihal jihad, maka selalu dipasangkan dengan “ fi sabilillah “, maksudnya adalah setiap perjuangan yang mengarah pada semakin tegaknya hukum Allah, maka itulah yang disebut Jihad. Dengan demikian, maka setiap langkah kehidupan umat muslim seharusnya tidak boleh lepas dari Jihad.
Karena itu tidak benar jika istilah jihad itu pengertiannya hanya dikonotasikan dengan masalah-masalah yang bersifat kekerasan, bahkan akhir-akhir ini seolah-olah sudah terskenario secara rapi bahwa orang-orang Islam yang berusaha untuk mempopulerkan ajaran jihad telah diidentikkan dengan terorisme. Padahal yang namanya Jihad adalah merupakan bagian yang sangat penting dari ajaran Islam itu sendiri. Karena Islam bisa tumbuh dan berkembang berkat ajaran Jihad dan jihad merupakan ruh dalam pengembangan dakwah Islam, maka berusaha untuk menghilangkan ajaran jihad berarti sama halnya berusaha untuk menekan Islam agar tidak berkembang. Begitu pula dengan membelokkan pengertian Jihad hanya sebatas masalah peperangan melawan kafir adalah juga termasuk upaya pendangkalan makna Jihad yang sesungguhnya.
Dunia kini sedang mengarah pada era demokratisasi, karena secara kebetulan dunia sedang dikuasai oleh negara-negara besar penggagas demokrasi. Secara sederhana yang mudah dipahami bahwa demokrasi itu berpijak dari suara terbanyak, artinya kemenangan akan dapat diraih manakala menguasai suara terbanyak. Hal ini jika kita kaitkan dengan konteks Jihad dalam Islam berarti semakin ajaran Islam dikenal dan diamalkan banyak orang, maka keberhasilan amar ma’ruf itu akan datang dengan sendirinya. Sebaliknya semakin banyak orang yang meninggalkan ajaran Islam, berarti kemunkaran semakin berkembang dan tanda-tanda kearah kegagalanpun akan datang menjelang. Sesungguhnya penerapan konsep Jihad dalam situasi sekarang ini adalah kesungguhan kita selaku umat muslim agar agama Islam yang kita yakini kebenarannya ini semakin mengundang simpati banyak orang dengan tetap pada sendi-sendi dasar ajaran Islam itu sendiri.
Konsep Jihad di atas dapat mengantarkan kita mengetahui bagaimana jihadnya seorang pejabat, jihadnya seorang pendidik, jihadnya dokter/tenaga kesehatan, jihadnya seorang pelaku bisnis, jihadnya seorang pakar politik, jihadnya seorang buruh, dan sebagainya. Pendek kata bahwa tidak ada seorang muslim-pun, baik pria maupun wanita yang tidak berkesempatan untuk berjihad. Bila seorang pejabat telah berikhtiar menekuni tugasnya dengan lurus untuk niat menegakkan hukum Allah lewat jabatannya, maka pejabat tersebut telah berjihad. Jika seorang dosen, guru, mentor, nara sumber dan tenaga pendidikan lainnya telah berusaha melaksanakan amanah yang diberikan dengan sepenuh hati, menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada peserta didiknya dengan tulus ikhlas bersandarkan kehendak Allah, maka dosen, guru, mentor, nara sumber dan tenaga pendidikan lainnya tersebut telah berjihad. Jika seorang dokter/tenaga kesehatan telah berusaha melaksanakan amanah yang diberikan dengan sepenuh hati, mempertaruhkan jiwa-raganya untuk kesembuhan pasiennya dengan bersandarkan kehendak Allah, maka dokter/tenaga kesehatan tersebut telah berjihad. Jika seorang pengusaha bekerja keras untuk memperoleh keuntungan berlipat dengan maksud agar bisa lebih banyak mengeluarkan zakat, shadaqah, infak, dengan niat untuk menegakkan hukum Allah, maka ia telah berjihad lewat keahlian usaha yang dimilikinya. Jika seseorang dalam kesehariannya berkecimpung dalam politik, dia berusaha untuk menjadikan keahliannya dalam rangka membuka peluang seluas-luasnya untuk semakin bermunculannya kader-kader umat yang berkualitas serta berusaha secara terus menerus agar semua orang tergerak untuk berbuat sesuatu yang terbaik bagi agama Allah, sesungguhnya dialah pakar politik yang sedang berjihad. Jika seorang buruh telah berikhtiar lurus dalam menekuni pekerjaannya dengan niat menunaikan amanah Allah Swt untuk mendayagunakan kekuatan fisik yang diberikan Allah Swt guna mencari nafkah diri dan keluarganya, sesungguhnya ia telah berjihad.
Selanjutnya bagaimana dengan jihad kita? Yang bukan pejabat, bukan pendidik, bukan dokter/tenaga kesehatan, bukan pebisnis, bukan pakar politik, bukan buruh dan tidak memiliki kemampuan itu semua? Bagaimanapun tidak ada alasan bagi umat muslim untuk meninggalkan jihad, karena duduk bersimpuh beritikaf di masjid, berusaha mewujudkan tegaknya syari
at Islam dengan menjunjung tinggi shalat tepat waktu dan shalat berjamaah, berikhtiar menguatkan hati kita dengan melaksanakan shalatul lail atau shalat-shalat sunnah yang disyari`atkan, berikhtiar menghiasi diri dengan akhlaqul karimah dan kasih sayang, berusaha dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan memberi semangat pada rekan-rekan yang sedang berdakwah, serta setidaknya kita selalu berdoa agar Allah Swt segera mewujudkan keberhasilan dari saudara-saudara kita yang sedang berjihad yang terus berusaha menjunjung tinggi agama Allah lewat kemampuian mereka masing-masing. Inilah jihad paling sederhana yang dapat kita lakukan.
Sesungguhnya untuk meneguhkan upaya seorang muslim berjihad diantaranya dengan cara menguatkan kesadaran diri (nglenggana, Bahasa Jawa) bahwa kita diciptakan Allah SWT untuk menghamba, untuk mengabdi kepada sang Khaliq, istiqomah tawadhu, sebagaimana Allah SWT berfirman yang artinya ;
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyaat 51: Ayat 56)
Semoga kita senantiasa diberikan kemudahan oleh Allah Swt untuk menjadi orang-orang yang berada di jalan kebenaran, hati kita semakin bersih dan menjadi orang-orang yang selalu ikut ambil bagian dalam menegakkan kalimah-kalimah Allah di muka bumi sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, sehingga sewaktu-waktu kita dipanggil oleh Allah Swt dengan cara apapun yang dikehendaki-Nya, kita dalam keadaan berjuang menegakkan agama-Nya, sehingga kematian yang kita alami akan tercatat sebagai kematian seorang Syuhada’. Aamiin yaa robbal ‘alamiin.