Menggali Bakat Melalui Menulis

Satu lagi siswa Muhammadiyah Plus Kota mampu membuat tulisan cantik dalam bentuk Cerita Remaja (Cerma). Karya ini mampu di terbitkan dalam kolom KACA pada surat kabar Kedaulatan Rakyat Edisi Jumat Kliwon 20 November 2020 dengan judul “Tidak Satupun Peduli”. Muhammad Raihan namanya, siswa kelas XII MIPA ini memang mempunyai hobi menulis, “Kalau ada waktu luang, biasanya saya gunakan untuk menulis, apa pun hasilnya, karena masih belajar, katanya”. Dian Indrihartani sebagai kepala sekolah mengamini bahwa Raihan memang senang dan hobi dalam menulis, semoga dia tidak pernah lelah terus belajar, jelasnya.

Berikut hasil karya yang sudah diterbitkan tersebut,

TIDAK SATUPUN PEDULI

Pagi di Senin yang mendung sudah membuat rasa semangat para siswa untuk sekolah menurun, tentu ini menjadi hal yang buruk di awal pekan. Intensitas cuaca pada Bulan Oktober tahun ini cukup kacau, terkadang panas dan terkadang hujan begitu deras.
Tahun 2020 adalah tahun terburuk bagi siapapun di dunia ini, ditambah lagi keadaan cuaca pada Oktober ini, dari para karyawan yang terkena Pemberhentian Hak Kerja (PHK), lalu mahasiswa yang lulus hanya menggunakan sistem jarak jauh, penerimaan mahasiswa baru dan siswa baru juga terhambat, tentu saja menggunakan sistem yang sama. Serta para siswa yang terpaksa belajar di rumahnya masing-masing.

Yang baru saja disebutkan baru saja landasan pertama kekacauan yang terjadi pada tahun 2020 ini, siapapun tidak ingin berada dalam fase ini namun keadaan begitu memaksa mereka melakukan hal tersebut. Memakai masker setiap keluar dari rumah, tidak berkerumunan, tidak saling berbicara dalam jarak dekat, tidak berjabat tangan, bahkan harus mengkarantina diri bila dari zona merah.
Semua hal menjadi sangat terbatas, ini adalah masalah besar bagi setiap orang di seluruh belahan dunia. Terutama yang akan dibincangkan para pelajar, perkembangan pendidikan mereka menjadi cenderung menurun. Tentu, entah pihak guru maupun pelajar itu sendiri sama-sama berjuang agar tidak terjebak dalam lingkaran kebodohan. Apapun keadaannya, pada intinya semua harus bisa belajar dengan baik serta mandiri.

Sebagian orang menanggapi hal ini dengan begitu santai dan menyenangkan akan tetapi dominasi keluhan keburukan justru lebih banyak. Banyak yang sudah mengeluhkan sistem seperti ini. Mereka mengeluh akan cara seperti ini, ingin kembali bersekolah dalam tatap muka, tapi di sisi lain masih ada beberapa orang yang melanggar protokol kesehatan, bahkan beberapa petugas keamanan Covid-19 ikut melanggar, walau dalam definisi tidak sengaja.
Dan, perkenalkan saja Muhammad Putra Agny, sering disapa Putra atau Agny, sekolah di salah satu Sekolah Islam di kotanya, kelas 11 tahun ini. Salah satu korban dari Pandemi Covid-19 yang berjuang agar dirinya tidak ikut mati bersama pandemi ini. Mencari cara agar tetap kreatif secara akal, sehat secara fisik dan mental. Berparas muda, memakai kacamata kotak, dan berkumis tipis.
Agny adalah seseorang yang begitu tertarik dengan lingkungan sekitarnya, dia juga sering menulis kepribadian seseorang dalam buku kecilnya, mengingat dia butuh beberapa info dari orang lain namun dirinya tidak ingin merepotkan orang lain, jadi dia hanya menulis dasar dari pergaulannya.

Dirinya sering menggumam pada diri sendiri. Membaca dan menulis biasanya jadi hal paling mutlak yang dilakukan Agny setelah menyelesaikan sekolahnya, ini memang hobinya tapi di lain sisi dia juga memiliki hobi yang bukan hanya membaca dan menulis.
“Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarrakatu’, selamat pagi anak-anak, untuk hari ini silahkan baca materi ini dan kerjakan Tugas 3, ya. Dikumpulkan paling lambat minggu depan.” Tulis guru mapel Pendidikan Kewarganegaraan. Agny juga senang membaca tentang bagaimana Indonesia masih berdiri sampai sekarang. Spesifiknya dia selalu telat mengerjakan tugas PKn miliknya, namun selalu sering membaca materi yang diberikan.
Menurutnya hukum negara, hukum alam, serta hukum fisika dan gravitasi adalah satu-kesatuan yang sama, dan dalam beberapa hal hukum negara cenderung sangat melawan hukum alam sehingga membuat Agny sangat tertarik menelitinya secara lagi dan lagi.

“Pagi ini mendung merusak suasana hati, sehingga sebaiknya aku tarik selimut kembali.” Agny berkata dalam sanubarinya, matanya menatap ke langit pagi yang begitu sendu. Ponselnya bergetar, “waktunya menyelesaikan tugas.” Lalu dia memulai pekerjaannya.

Di lain tempat, Rendra Hidayat, teman satu kelas Agny. Berperawakan gemuk, tinggi, dia juga memakai kacamata yang hampir mirip dengan Agny. Rendra adalah seseorang yang tidak peduli dengan kehidupan manusia lainnya tapi dia memiliki hati yang begitu besar dan sangat tulus, seperti masa bodoh namun menoleh saat di rogoh.
Ponsel miliknya berdering, panggilan dari Agny. Rendra mengangkatnya “ada apa?” tanya Rendra, “hari ini sibuk?” tanya Agny. Rendra mengatakan ia tidak memiliki cukup kegiatan untuk mengatakan bahwa dirinya sibuk. “Baiklah, aku akan segera ke rumahmu siang nanti.” Ucap Agny kemudian menutup panggilannya.

Seperti biasa Agny selalu mampir ke rumah Rendra untuk mendiskusikan beberapa masalah yang telah terjadi pada sekitar mereka, karena mereka tidak menginginkan bila dibilang menghakimi jadi mereka hanya berbagi sekedar dua orang. Orang-orang sekitarnya terlalu terbawa perasaan ketika di kritik, mereka akan selalu merasa sempurna ketika dibilang terdapat kesalahan. Ini adalah masalah hukum alam dan hukum negara yang bersatu namun saling bertolak belakang, setidaknya itu yang ada dalam pikiran Agny.
“Sepertinya ada masalah serius?” Agny duduk berhadapan dengan Rendra, Agny enggan berkata bahkan jika itu satu huruf. “Ada apa?” tanya Rendra, “kau tahu bukan, aku adalah salah satu orang yang sering berbuat onar dalam lingkungan sekolah?” ujar Agny, Rendra mengangguk perlahan. “Tapi itu bukan berarti kau selalu salah, hanya saja kau tidak mendapatkan hak berbicara.” Balas Rendra.
Agny mengecap mulutnya, tanda ia akan berbicara sangat panjang. “Sebuah organisasi, apa hanya budak? Entahlah. Politik itu kejam, bagaimana bisa kita sok idealis? Aku tidak mungkin melakukannya. Pada dasarnya juga politik bukanlah tentang siapa yang benar dan siapa yang salah.” Ucap Agny, Rendra membuka kedua tangannya ke kanan dan kiri “tapi?” tanya Rendra. “Politik adalah tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah.” Jawab Agny.

“Itu dalam arti yang kau katakan, adalah kau selalu kalah.” Ujar Rendra, Agny menganggukan kepalanya. “Lalu, apa yang ingin kau lakukan selanjutnya? Ini masa pandemi, bergerakanmu akan sangat terbatas.” Ucap Rendra. Rendra begitu mengenal Agny, dia yakin bahwa Agny pasti tidak akan menyerah dengan cara semudah itu, bahkan jika ia diberi beban mengangkat Monas. Mungkin iya, fisiknya begitu lemah, tapi kelicikannya begitu kuat sehingga mentalnya sekeras baja.
Agny menarik nafasnya dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya kembali sebanyak 4 kali. “Aku telah mengajak mereka bergabung dengan organisasi lain.” Ucap Agny “namun cara tersebut gagal.” Balas Rendra, “bahkan dirimu berusaha memasukkan organisasi lain ke sekolah, penolakan skala besar terjadi. Sekarang dirimu hanya dianggap sampah serapah.” Sambung Rendra.
“Kau benar, namun sekarang aku lebih baik berpikir untuk mengajak mereka ke tempat yang bisa membangun kemampuan hidup, membaca dan menulis.” Ujar Agny “sayangnya tidak satupun dari mereka peduli, mereka lebih menyukai membaca dan mengkonsumsinya secara mentah, seperti kasus Irfan pekan lalu. Dia membaca berita yang berusaha memfitnah sebuah game yang menyuruh menyembah berhala, padahal itu hanya sebuah hoax, tapi dia begitu mempercayainya dan lebih parah lagi dia malah menghinamu membela agama lain.” Balas Rendra.
“Dan juga ia membagikan ke beberapa platform tentang berita tersebut.” Ucap Agny, “jika saja dia dilaporkan, maka akan menjadi kasus pencemaran nama baik perusahaan. Dia mungkin akan ditahan.” Ucap Rendra, Agny mengangkat satu tangannya, mengisyaratkan untuk diam kepada Rendra. “Anak di bawah 17 tahun akan sulit untuk ditahan, alasannya adalah usia yang belum cukup.” Ujar Agny, ini adalah permasalahan hukum negara dan hukum alam, menurut Agny ini adalah kesatuan dalam kesalahpahaman.

Sebelum melanjutkan pembicaraan, Agny berpikir secara cepat. Jika saja hukum alam adalah hal yang tertulis mungkin saja bisa mengalahkan hukum negara, tapi sayang pelajaran kehidupan tidak terdapat dalam hukum negara. “Lalu, apa yang ingin kau lakukan selanjutnya? Lagipula, hampir semua gagasanmu ditolak atau bahkan diacuhkan begitu saja. Ini sama saja memberi cahaya dalam balutan cahaya.” Ucap Rendra.
Agny menyilang tangannya di dada. Matanya terpaku, pikirannya melayang, masih mencari cara agar pandemi ini dapat berjalan dengan penuh makna. Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga sekitarnya. “Mengapa membaca dan menulis adalah sebuah bakat?” tanya Agny, Rendra menggelengkan kepalanya. “Dua hal ini bukanlah bakat alami, tapi bakat yang dapat dikembangkan oleh diri sendiri.” Ujar Agny.
“Membaca adalah sebuah keharusan, dan menulis pastinya akan selalu menjadi bagian dari kehidupan kita, tapi mengapa orang-orang lebih suka mengkomentar daripada dikomentar? Mereka lebih memilih berada di atas dunia maya ketimbang harus menulis kenangan dirinya. Mereka juga lebih suka menonton, daripada harus membaca.” Ucap Agny.

Rendra berdeham, “ini bukan masalah mereka suka menulis atau hanya membaca, tapi ini seperti sebuah ikatan yang jauh lebih mengikat mereka. Mereka tidak suka gayamu berbicara dalam Bahasa Asing, mereka bahkan tidak suka mendengarmu berbicara dalam Bahasa Indonesia, mereka suka Bahasa Daerahnya sendiri. Ini adalah hukum adat, yang sama sekali tidak kau perhatikan.” Ujar Rendra.
“Hukum adat?” tanya Agny yang masih heran “mereka terlalu mengikat dirinya, seakan-akan mereka bangga dengan Bahasanya, padahal mereka hanya semakin menutup diri dari dunia luar. Dan mereka masa bodoh, mereka selalu menganggap dirinya emas dalam pasir. Ini adalah hukum adat yang bisa menentang semua hukum, tapi di sisi lain mereka pasti mengorbankan sesuatu.” Jawab Rendra.
“Konsepnya seperti pendidikan dalam pandemi ini, pemerintah tidak begitu mementingkan orang-orang yang tidak memiliki fasilitas untuk dapat belajar secara online tapi mereka tetap membuat pendidikan selalu berjalan, ini adalah salah satu pengorbanannya. Lagipula, ini hanya di mata kita saja. Pemerintah selalu berusaha memikirkan cara terbaik, dan konsekuensi yang begitu minim.” Ucap Agny.
Rendra mengangguk setuju, “benar, mereka menentang semua hukum dan mengorbankan suatu hal, untuk mendapatkan yang lebih baik. Tidak ada pemerintah yang sempurna, semua juga berasal dari rakyatnya.” Ujar Rendra, “ini adalah sikap dimana seharusnya diambil, jangan pedulikan, hingga mendapat apa yang menjadi tujuan. Karena orang yang tidak ingin berkembang, adalah orang yang tidak mau mengorbankan sesuatu. Dan, semua harus tetap berjalan.” Ucap Agny.
Sekarang Agny dan Rendra saling bertatapan, masih berpikir keras bagaimana hukum adat ini tercipta, dan bagaimana hukum ini begitu keras sehingga tidak satupun dapat melewatinya,

Agny dan Rendra masih duduk berhadapan, “hingga detik ini mungkin orang-orang tidak peduli dengan dirimu. Itu karena siapapun dirimu bila bukan berasa dari tempat ini lebih baik diam dan mati dalam hukum adat yang telah terdasari.” Ucap Rendra.
Agny tentunya setuju dengan ucapan Rendra, Agny bukanlah orang yang terlahir dalam lingkungan ini sejak awal. Dia membawa perubahan sebagai orang lain, bukan sebagaimana orang sekitarnya mengharapkan bukan dirinya.

“Jadi, bagaimana?” tanya Agny, “kita hanya perlu menyikapinya dengan tidak peduli, kau bisa kreatif dengan dirimu sendiri, dan memberikan manfaat ke orang yang tepat. Tempat kau bukan di sini, kau bisa jauh lebih baik lagi dari ini, temukanlah dimana semestinya kau berada, kau adalah orang yang jarang menyerah.” Ujar Rendra.
“Kau benar, mungkin bukan aku yang tidak bisa berbuat apa-apa, tapi tempat serta dukungan orang yang tepat adalah salah satu kuncinya juga. Ini bukan masalah tidak peduli atau peduli, ini hanya masalah dimana kita seharusnya mencari tempat yang bisa nyaman dengan keberadaan diri kita. Mau ikut?” ucap Agny, “kau tidak perlu mengajakku, tapi untuk kali ini aku setuju, jadi aku ikut.” Balas Rendra.

“Kita akan mengajak beberapa orang yang tepat untuk tetap berkarya dalam masa pandemi dengan cara menulis, semua orang pasti membaca, dan menulis merupakan bagiannya juga. Sepakat?” ujar Agny, Rendra menganggukan kepalanya “Sepakat.”
Mereka yang pada awalnya begitu peduli dengan lingkungannya, menjadi begitu acuh tak acuh ketika merasa tidak dihargai bahkan tidak diberi tempat untuk berkembang. Komunitas yang baik bisa membawa menuju jalan yang lebih baik, tidak hanya pergaulan saja.

Pada Senin yang sama di malam hari yang begitu sepi, duduk di tepi sembari melihat orang-orang yang masih berjalan. Agny selalu berpikir bagaimana orang-orang masih bisa berjalan-jalan dengan tenang tanpa rasa takut sedikitpun, padahal petugas medis memohon menangis-nangis kepada kita agar tetap berada di rumah.

Terutama temannya, bernama Yudha. Hampir setiap minggunya ia berjalan-jalan. Bukan maksud Agny iri kepada hidupnya, bahkan Agny berkata tidak penting bahwa dirinya tidak jauh lebih bahagia dari temannya, asal pandemi ini segera berakhir. Presiden, pemerintah, pekerja, petugas medis, pedagang, pelajar berjuang mati-matian menghadapi realita dunia yang fana.
Sedang temannya hanya tertawa di atas semua rasa sedih kehilangan anggota keluarga akibat pandemi ini, terinfeksi akibat pandemi ini. Sekali lagi ini adalah kesatuan hukum alam dan hukum negara yang saling bertolak belakang. Di sisi lain manusia memiliki hak atas apapun yang dilakukannya, tapi di satu sisi lagi petugas medis jugapunya hak untuk mempertahankan hdiupnya.

“Percuma saja jika mulutmu ditutupi masker, wajahmu ditutupi pengaman, tetapi otakmu tetap saja telanjang.” Ujar Agny dalam sanubarinya. Dia selalu bertanya-tanya kapan semua ini akan berakhir, apakah pandemi ini berakhir, atau kesadaran manusia yang berakhir?
Rahasia Tuhan begitu besar dan jawabannya pasti tidak bisa dicerna oleh akal sehat, maka hukum terakhir yang bisa menyelamatkan manusia mungkin adalah Hukum Karma. Siapapun yang tidak membantu orang lain, maka ia akan memperoleh apa yang ia tanam. Agar setiap petugas yang sedang berjuang dalam pandemi ini tidak menyesalinya di kemudian hari. Tuhan akan bertindak begitu indah bagi yang meyakininya, dan akan begitu kejam bagi siapapun yang melanggarnya. Itu adalah hukum karma, yang Tidak Satupun Peduli. ~