MENGASAH GENERASI EMAS

Ni’am Al Mumtaz, M.E.
Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Salatiga
Dosen Manajemen Keuangan Syariah UIN Salatiga

Tahun 2045 ditetapkan sebagai tahun Indonesia Emas dengan tiga sasaran visi yaitu
pendapatan per kapita setara negara maju, kemiskinan menuju 0%, ketimpangan berkurang,
serta kepemimpinan dan pengaruh di dunia internasional meningkat. Visi tersebut untuk
mewujudkan negara nusantara berdaulat, maju dan berkelanjutan. Sebuah cita-cita besar
yang akan diraih oleh bangsa Indonesia dengan segala potensinya yang tak terbatas.
Mewujudkan Indonesia Emas merupakan tugas kolektif namun demikian peran aktif setiap
individu menjadi faktor keberhasilan utama yang tidak bisa diabaikan.
Mewujudkan generasi emas tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Diperlukan waktu
panjang untuk membekalinya dengan ilmu, pengalaman dan beragam kompetensi sejak dini.
Sehingga the next generation siap menjadi tumpuan keberlanjutan dan kemajuan negara nanti
pada masanya. Sebagaimana langkah dalam mempersiapkan kelahiran, maka generasi emas
sejatinya sudah dibentuk bahkan jauh sebelum mereka lahir. Persiapan matang pada akhirnya
akan menentukan apakah visi ini dapat tercapai atau menguap menjadi angan yang tak
kunjung datang.
Keahlian memimpin menjadi salah satu soft skill yang dibutuhkan oleh para peraih
predikat generasi emas. Negara yang kuat tidak lepas dari pemimpin kuat. Lahirnya NKRI
menjadi bukti betapa karakter kepemimpinan yang kuat mampu menentukan kemerdekaan
bangsa sehingga bisa terbebas dari belenggu penjajahan.
Memimpin bukan sekedar menjabat namun kemampuan menggerakkan secara
bersama-sama untuk menuju ke arah yang lebih baik. Memimpin juga tidak bisa diartikan
secara sempit hanya sebagai perbuatan merebut kekuasaan. Sabda Rasulullah bahwa setiap
diri adalah pemimpin dan setiap diri akan ditanyakan tentang kepemimpinannya,
memperkuat visi untuk mencetak pemimpin yang mendatangkan kebaikan untuk diri sendiri
sekaligus masyarakat luas.
Mengulik sedikit dari kisah perjalanan masa kecil Panglima Besar Jenderal Sudirman,
oleh orang tuanya beliau diberikan pelajaran untuk bersikap disiplin. Sudirman diajarkan
disiplin menepati waktu yang pada masa itu budaya setempat bertolak belakang dengan apa
yang dilakukannya. Buah dari kedisiplinannya itu kelak dia tumbuh menjadi pemimpin yang
mampu menjaga diri dan masyarakat sekitarnya. Ajaran agama yang diperolehnya pun juga
mengajarkan tentang kedisiplinan. Beliau dikenal selalu menjaga wudhu bahkan ketika sakit
dan memimpin gerilya melawan penjajah.
Banyak aspek karakter kepemimpinan yang dibutuhkan oleh masa depan di mana ilmu
pengetahuan, budaya, politik dan ekonomi terus berkembang. Kompleksitas dalam kehidupan
bersosial pada akhirnya akan ditemui oleh setiap generasi. Kyai Tafsir, seorang tokoh Islam
Jawa kontemporer, dalam sebuah seminarnya beliau mengatakan bahwa apa yang sedang kita
nikmati hari ini adalah hasil buah kepemimpinan setidaknya 100 tahun yang lalu. Masa-masa
pra-kemerdekaan Indonesia di mana penuh dengan pengorbanan jiwa raga, pertumpahan
darah dan keterbelakangan. Namun di tengah kesulitan itu muncul pemimpin-pemimpin yang
memiliki visi jauh ke depan yang bercita-cita luhur demi menghadirkan kesejahteraan,
kemajuan dan kemerdekaan bagi generasi penerusnya.
Zaman telah berganti dengan hadirnya era digital. Persaingan manusia dengan software
computer yang merupakan hasil cipta karya manusia itu sendiri, tidak terelakkan lagi.
Informasi mengalir deras begitu cepat dan seketika mampu mempengaruhi persepsi global.
Lantas bagaimana pola ideal kepemimpinan di tahun 2045?
Kekuatan karakter yang diasah sejak dini akan menjadi modal besar sebagai value add
untuk mendapat keunggulan kompetitif di masa depan. Shiddiq, fathonah, amanah dan
tabligh (SIFAT) telah bertransformasi menjadi nilai universal yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin. Mengasah calon-calon pemimpin dengan karakter kejujuran dan integritas,
kecerdasan, kedisiplinan dan kemampuan mentransfer kebaikan, harus dilakukan oleh semua
stakeholder bangsa. Apapun kondisinya saat ini, jika menyerah dan berputus asa maka tidak
akan ada kisah heroik tercapainya visi Indonesia Emas 2045.
Generasi emas telah lahir dan tetap akan lahir di setiap perlintasan masa sebagaimana
generasi saat ini yang mampu merubah wajah dunia dengan kemajuan yang luar biasa pesat.
Pendek kata, generasi emas tidak bisa ditunggu namun harus dibentuk, diasah dan
direncanakan dengan tindak lanjut berupa aksi-aksi nyata. Faktanya generasi emas yang saat
ini hadir merupakan blueprint puluhan tahun silam. Menjelang 2025 yang dicanangkan
sebagai tahun start menuju Indonesia emas, terdapat setidaknya 5 generasi yang bersama
menjalankan peradaban: Baby Boomers, Gen X, Gen Y atau Millennials, Gen Z, dan Gen Alpha.
Rentang waktu 20 tahun menuju 2045 adalah masa-masa belajar bagi Gen Alpha sampai
mereka masuk usia produktif di usia 25-30an tahun. Penjajah model baru hadir dalam bentuk
lain yaitu distraksi game online dan kejahatan yang terdigitalisasi yang bisa jadi akan
mengganggu perjuangan belajar. Tantangan penjajahan di Era kolonial telah dilewati oleh
bangsa ini, maka tantangan penjajah online harusnya juga bisa diselesaikan oleh para the next
leader.
Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) tahun 2023 berada di nilai rata-rata 43,18.
Angka yang cukup baik karena menunjukkan masyarakat Indonesia semakin terbiasa dengan
digital. Infrastruktur dan ekosistem digital berkontribusi paling tinggi yaitu 57,09. Akan tetapi
tingginya infrastruktur belum bisa diimbangi dengan kemampuan pemberdayaan karena baru
tercapai 26,19.
Rendahnya angka pemberdayaan digital bisa diartikan sebagai alert adanya arah dan
tujuan digital yang masih jauh dari ideal. Aplikasi game online, media sosial, video streaming
dan entertaintment berlari lebih kencang daripada aplikasi pendidikan, keagamaan dan
kesehatan. Digital dengan segala jenis produknya juga telah masuk ke wilayah anak-anak balita
dan menjadi konsumsi sehari-harinya. Ibarat pepatah slow but sure, pelan tapi pasti, paparan
digitalisasi benar-benar menjadi satu ancaman nyata untuk mujudkan visi di atas.
Meski demikian sebagaimana gelapnya sebuah peradaban akan tetap lahir pemimpinpemimpin masa depan yang telah disiapkan dari sekarang. Pemimpin yang mampu
berselancar dalam ganasnya ombak budaya digital. Pemimpin yang mampu membaca arah
bintang di dalam gelapnya perjalanan malam. Para calon pemimpin itulah yang saat ini sedang
menjalani proses pengasahan dan penajaman melalui pendidikan, pengalaman dan
kompetensi di keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Mari terus mengasah generasi Indonesia emas!